Resensi Novel Fantasteen "They Call Me Psychopath"




Judul               : Fantasteen “They Call Me Psychopath”
Penulis             : Firdhania Puteri
Penerbit           : DAR! Mizan
Terbit               : September 2015
Tebal               : 156 halaman
            Novel ini bercerita tentang kehidupan dua dunia yang berbeda. Dengan tema yang sangat menarik, dan jalan cerita yang tak terduga-duga, telah berhasil menarik perhatian pembaca untuk mengetahui akhir ceritanya. Penulis asal Sidoarjo dengan kelahiran tahun 1999 ini mampu meracik kisah persahabatan dengan sosok hantu dan manusia yang sangat sadis.
            Setiap cerita di dalam novel ini memiliki problematika seorang indigo, konflik persahabatan, dan ­broken home. Misal pada bagian pertama cerita yang dapat mengundang pembaca untuk tertarik membaca lanjutan ceritanya yaitu, “Entah mengapa, bulu kudukku berdiri lagi. Aku merasa ada seseorang berdiri di belakangku. Aku pun menoleh untuk memastikan firasatku. Ya Tuhan, aku melihat kaki telanjang berlumuran darah. Aku yakin, itu bukan Jessie. Aku penasaran dan segera berdiri. Di dalam cermin, tampak seorang gadis berlumuran darah sedang berdiri di belakangku. Dia mengenakan seragam sekolah. Wajahnya tertunduk lesu…. Aku memberanikan diri memutar badan. Dia mendongak. “AAARRRGGGHHH!” kutipan cerita tersebut dapat meningkatkan rasa penasaran pembaca.
            Dalam novel ini bercerita tentang kisah seorang anak remaja perempuan yang merasakan keahliannya pertama kali, yaitu dapat melihat yang tidak bisa dilihat oleh semua orang. Dia bernama Ellen, gadis indigo yang mempunyai sahabat hantu.  Awal cerita ketika Ellen mempunyai teman baru bernama Jessie. Dia begitu sinis kepadanya, namun dibalik kesinisannya itu dia pandai melucu. Kecurigaan mulai muncul ketika tak sengaja Diary Jessie terbawa dalam tas Ellen, Diary tersebut mengungkapkan rahasia besar Jessie. Ternyata Jessie sosok yang begitu sadis dan gila darah. Banyak orang yang menjadi korban Jessie dan Ellen tak bisa membiarkan hal tersebut terus berlanjut. Dengan dibantu teman gaibnya, Ellen mencoba menyergap Jessie di toilet sekolah. Jessie pun merasa terpojokkan dan dia menusukkan pisau berkarat kesayangannya ke dalam dirinya. Ellen sangat tidak menyangka Jessie dapat melakukan tindakan tersebut.
            Penulis mampu mengolah cerita ini dengan baik dan menarik. Karakter dalam setiap tokoh dapat digambarkan dengan jelas. Alur cerita yang dibangun dapat dijaga hingga akhir. Kalimat demi kalimat pun ditulisnya dengan sangat bagus, sehingga pembaca merasakan ketegangan yang sama dialami oleh tokoh pertama. Namun, problematika di dalamnya kurang memaparkan kisah asmara, sehingga pembaca hanya dibumbui ketegangan saja. Memungkinkan sekali jika ketegangan itu diiringi oleh kisah asmara, pembaca akan empuk membacanya, dan dapat mencairkan suasana ketegangan tersebut.

Peresensi : Tia D. W.

Comments

Popular posts from this blog

Teks Drama Bahasa Inggris "Legend Banyuwangi"

Resensi Buku Non Fiksi "Biografi Agus Muhadi"