Mulut Dan Tangan Berbicara

Karya : Tia Dyan Wilujeng



Semua umat manusia di dunia ini pasti memilikiku. Hewan di dunia ini pun juga memilikiku. Tetapi sebenarnya aku milik Tuhan Semesta Alam, Tuhan yang tak pernah tidur, Tuhan yang Maha Melihat, Tuhan yang Maha Mendengar, Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Mengasihi, Tuhan yang Menciptakan Alam Semesta ini, serta Tuhan yang Maha Penyayang, Allah SWT. Allah SWT memilikiku untuk dipinjamkan kepada mereka.
            Aku dimiliki oleh seorang wanita yang suka mencuri, suka menghamburkan-hamburkan uang serta menghabiskan waktunya di dunia ini bersama hartanya, dan bahkan dia tidak mengisihkan sebagaian dari hartanya untuk beribadah di jalan Allah SWT. Inilah kekecewaanku, aku dimiliki seorang majikan yang seperti itu. Namun, aku tahu. Allah SWT memilih manusia ini untukku, dan aku tak boleh melanggar ketetapan Tuhanku untuk hidupku di dunia ini. Cara mereka menggunakanku dengan alat perantara tertentu, selalu dipakai mereka untuk memegang sesuatu, oleh karena itu aku sangat bahagia, dijadikan Tuhanku untuk benda sepertiku. Namun cara majikanku menggunakan aku dengan berbuat buruk, aku sangat merasa kecewa. Mungkin, jika berhubungan dengan perilaku, pasti kalian sudah tahu siapa aku? Iya, aku adalah tangan. Setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, bahkan setiap tahunnya pun, majikanku memerintahku untuk berbuat buruk, terkadang aku tak mau berbuat, tapi semuanya berbuat seketika saja. Aku memang tak bisa menolaknya, karena aku hanya sekedar tangan, sama seperti sepupuku, ia adalah mulut. Sama-sama seonggok daging yang lembek. Namun bedanya, aku berotot. Benda mati yang selalu diperbudak oleh mereka dengan hal-hal yang keji, mereka-mereka yang jelek selalu memperbudak kami dengan sesuka hatinya. Namun sebagaian dari mereka memperbudak kami dengan hal-hal yang terpuji. Berbuat suatu hal memang membutuhkan perkataan.
            Kasihan si mulut, dia diperlakukan majikanku untuk membicarakan sesuatu yang buruk. Padahal, Tuhan menciptakan dia untuk manusia bertasbih kepada-Nya, memuji-Nya, selalu di jalan-Nya, serta melantunkan ayat-ayat suci dari-Nya. Sama sepertiku, majikanku memperlakukanku untuk berbuat buruk, seperti mencuri uang amal di musholla atau pun masjid, bahkan berbuat korupsi sekali pun. Padahal aku tahu, Allah SWT menciptakan ku, untuk manusia berbuat kebajikan, memegang serta membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan diiringi setiap detik dan menit, bahkan jam, serta sholat 5 waktu. Majikanku memang manusia yang munafik, pendusta dan sangat biadab. Tiada hentinya aku berpikir keras, memang salah apa aku hingga majikanku membuatku tersiksa. Dia tak sedikit pun mengerti aku luka. Aku telah merelakan otot-otot ini hingga pahit dan rapuh. Majikanku sekarang tak sadar, bahwa ia mengendalikan aku dan mulut dengan sesuka dia. Majikanku tak tahu, bahwa suatu hari nanti aku dan mulutlah yang akan mengendalikan dia. Karena segala perbuatannya serta pengucapannya lewat aku dan mulut, akan kami ucapkan lagi untuk pembuktian kepada Allah SWT sebagai saksi amalan mereka di Dunia Akhirat nanti. Karena nantinya, jika aku telah mati dan tak bersama majikanku lagi, aku akan lebih memilih mengabdi kepada Tuhanku dari pada kepada manusia yang tak tahu dan tak pernah mengerti diriku. Aku sangat merasa malu pada Allah SWT. Malu sekali. Aku malu berharap Engkau mengerti lagi.
            Aku ingin sekali mempunyai majikan yang sholehah dan sholeh, pasti aku sangat senang sekali. Setiap shubuh hingga shubuh lagi, aku selalu mengambil air wudhu. Air yang selalu memberikan kesejukan di pelupuk mata hingga hati yang paling dalam. Pasti si mulut juga inginkan itu semua, setiap hari pun ia akan mengucapkan kalimat-kalimat yang indah nan sejuk di hati serta akan sejuk di telinga. Seperti bertasbih, ayat kursi, bersholawat, tahmid, tayyibah, takbir, bahkan berdzikir setiap malam. Selalu mengucapkan kalimat yang paling umum dari agama islam “Bismillaahir-rahmaanir-rahiim”. Kalimat dua syahadat yang menjadikan rukun islam yang pertama “Asyhadu-alla-ilaaha-illal-laah, wa-asyahdu-anna-muhammadar-rasulullah”. Serta mengucapkan rasa syukur jika mendapat kenikmatan yang diberikan pada Allah SWT “Al-hamdu-lillahi-rabbil-aalamin“. Jika majikannya berbuat suatu kesalahan atau telah berbuat dosa, maka si mulut akan mengucapkan “Astaghfirullahal-adzim“. Jika bertemu dengan seseorang pun, makan mengucapkan salam “As-salaamu’alaikum-war-rahmatullahi-wabarakaatuh“, mengucapkan salam memang sunnah hukumnya, tapi jika dijawab, maka akan mendapat pahala yang besar. Ketika memberikan salam, maka berilah senyum terindah yang pernah dimiliki, karena senyum adalah sebagaian dari ibadah. Serta mengucapkan rasa adanya kebesaran Allah SWT “Allahu-akbar“.  Pasti si mulut akan senang sekali memiliki majikan seperti itu. Namun ini adalah takdir. Takdir adalah kenyataan. Dan terkadang kenyataan terasa sangat pahit seperti obat pil. Dan terkadang pula, kenyataan juga membutuhkan air mata.
            Namun keinginanku hanyalah keinginan semu. Sesak udara di atas puncak khayalan. Telah jauh ku terjatuh di dalam kepingan terpedih ini. Pedihnya luka di dasar jurang kekecewaanku. Sekarang aku hanya ingin diam. Menanti kedamaian dan keadilan akan datang padaku. Aku tidak ingin lebih dari-Mu ya Allah ya Tuhanku. Aku hanya ingin mencari keteduhan dalam hatiku di dunia ini. Karena aku tersiksa di dalam tubuh ini.
            Suatu ketika, saat majikanku mengendarai mobil, tiba-tiba datang seorang nenek separuh baya yang hendak menyeberang. Ternyata nenek itu buta. Tak salah jika ia menabrak mobil majikanku. Nenek itu pun terjatuh seketika saja. Bunyi klakson dari majikanku, membuat nenek itu terkejut. Tidak aku sangka, majikanku menyuruh mulut untuk berkata.
            “Eh! Nek. Loe punya mata nggak sih. Gue itu lagi buru-buru mau rapat di  kantor. Loe nggak lihat apa ada mobil gue. Cepet minggir nggak! Kalau nggak minggir, gue tabrak juga loe!” Nenek pun sekuat mungkin untuk berdiri. Tangannya melayang meraba-raba. Nenek itu menghampiri majikanku. Teman sepupuku yang juga sama-sama mulut pun akhirnya ikut berkata.
            “Maafkan Nenek ya Cu. Nenek tidak bisa melihat. Nenek hanya mau ke Masjid seberang. Jika cucu beragama Islam. Mari kita hendak sholat di Masjid bersama Nenek. Cucu mau antar nenek ke Masjid?” Kalimat-kalimat itu terlontar dari teman sepupuku, si mulut. Sepupuku tersedu menahan tangis dalam luka, mendengar temannya berkata seperti itu. Namun usaha temannya untuk mengucapkan kalimat itu, hanya sia-sia saja. Karena majikanku hanya mendengar dari telinga kanan keluar dari telinga kiri. Sepupuku akhirnya dengan terpaksa untuk berkata.
            “Hellooooo… jaman sekarang masih sholat. Jijik banget sih. Kalo loe mau sholat, ya sholat aja sendiri! Nggak usah ngajak-ngajak! Apalagi ngajak gue, nggak level tau nggak! Lagipula apa untungnya sih sholat. Nggak ada kan.” Sepupuku, si mulut, hanya bisa menahan malu di depan temannya.
            “Astaghfirullahal-adzim. Cu, istighfar Cu. Tidak boleh berkata seperti itu. Itu dosa. Cucu sangat salah besar. Sholat itu banyak manfaatnya Cu. Kita juga akan punya bekal di akhirat nanti dengan amal kita selama di dunia ini. Sebaiknya cucu memohon ampun pada Allah SWT. Sebelum Cucu dilaknat oleh-Nya. Karena sesungguhnya Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
            “Apa?! Mohon ampun! Nggak salah dengar gue. Eh, Nek! Dengar baik-baik ya. Lagipula gue itu sudah kaya. Jadi nggak perlu lah sholat. Gue itu sibuk sama pekerjaan gue. Jadi nggak cukup waktu untuk sholat. Cap itu ya, Nek?!”
            “Astaghfirullahal-adzim, Cu. Kamu tidak boleh berkata seperti itu pada Tuhanmu. Ingatlah Cu, Allah SWT Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan harta tidak akan bisa dibawa sampai mati. Karena hanya amal dan ilmulah yang bisa kita bawa saat mati. Kamu hanya titipan Allah SWT untuk menjaga dan merawat bumi ini. Tidak untuk berfoya-foya dan bersenang-senang. Sholatlah Cu. Bila ajal akan datang pada dirimu, kamu akan senang bisa hidup di surga. Di dunia ini kita hanya ciptaan-Nya, dan nantinya kita akan kembali pada-Nya pada suatu hari nanti. Karena kenikmatan di dunia ini tidak sebanding dengan kenikmatan di surga nanti. Karena kenikmatan yang sebenarnya adalah di surga.”
            “Eh! Nek! Sudah deh, nggak usah ceramahin gue! Telinga gue itu panas tau nggak denger suara lembek loe itu. Gue itu lebih pinter daripada loe. Jadi, loe nggak usah ceramahin gue lagi. Secara gitu loh, otak loe kan sudah lembek. Badan udah kempot. Muka keriput. Sungguh memalukan! Lagipula kan umur gue itu masih panjang. Masih muda! Sedangkan loe udah tua! Sholat mah gampang buat gue. Kalau gue udah balik kere, gue bakal sholat dan minta kekayaan gue dibalikkin sama Allah . kalau gue udah kaya lagi, gue nggak perlu deh sholat lagi. Lagipula yang harus sholat itu loe. Umur loe kan pendek, sudah pasti nenek itu bentar lagi MATI!”
            “Astaghfirullahal-adzim, Cu. Sadar Cu. Cucu hanya dibutakan oleh harta. Ingatlah Cu….” Nenek yang belum selesai berbicara. Tiba-tiba majikanku turun dari mobil. Dan seketika saja aku disuruh oleh majikanku untuk membungkam mulut Nenek itu. Menamparnya. Hingga mendorong sampai terjatuh dan terseret.. Menudingnya dengan raut wajah kejam dan penuh sesal.
            “Eh! Nek! Sudah dibilangin, telinga gue itu panas dengar suara loe. Lagipula kalau mau dakwah itu jangan di sini, di Masjid sana! Kalau loe tetap bersuara juga, loe bakal gue hajar sampai mampus. Sampai loe MATI sekalian! Biar loe puas. Biar loe nggak cerewet lagi di dekat telinga gue.” Ujar si mulut yang terpaksa berkata seperti itu pada Nenek paruh baya itu. Aku dan mulut tak tega melihat Nenek itu begitu rapuh, pasti kata-kata tadi begitu menyayat hati, dan pasti luka itu sangat membekas di hatinya. Aku juga tak tega telah mendorongnya sangat kasar seperti tadi.
            Saat bulan di malam hari benar-benar hidup dengan terang. Ribuan bintang kecil pun telah datang. Aku masih memegang ban setir mobil. Tiba-tiba datang cahaya dan lewat dengan begitu saja. LAP! Entah itu cahaya dari mana. Terhempas sudah. Kenikamatan akan sirna. Seakan dihempas gelombang angin malam yang dingin. Seakan dilemparkan oleh angin-angin suci. Tapi yang jelas semua telah hancur. Mobil yang dikendarai majikanku terbalik. Muka majikanku penuh darah. Aku juga. Aku merasakan sakit yang sungguh tiada rasanya. Aku terjepit di pintu mobil. Tetapi rasa sakit yang aku rasakan itu hanya datang sebentar saja. Dan kenapa aku tidak merasakan apa-apa setelah kejadian itu. Ada apa ini? Kenapa aku?
            Saat majikanku melihat bensin yang sudah tertumpah banyak. Majikanku menyuruhku untuk membuka pintu sebelah kanan. Tapi apa daya aku? Aku sudah tidak bisa digerakkan lagi. Pintu sebelah kiri pun juga tak kuasa aku capai. Tidak ada jalan keluar di sini. Suasana di luar mobil pun juga sangat sepi. Sebentar lagi mobil majikanku akan terbakar. Tak ada satu pun orang bisa menjamin dirinya. Ku melihat raut wajah penuh ketakutan dalam diri majikanku. Tiba-tiba saja majikanku meneteskan satu butir air mata. Yang aku tahu, itu adalah tetesan air mata penyesalan. Tatapan matanya menerawang di bayang-bayang langit yang gelap, hitam dan panas. Melihat bintang alangkah jauhnya. Melihat hitam diatas sana alangkah dekat-Mu. Mendengar tangis majikanku dalam deritanya, sesungguhnya aku kasihan padanya. Tangis yang penuh sesak ini akan merasakan luka. Namun, pada siapa air mata majikanku akan mengadu? Majikanku teringat akan kalimat-kalimat yang telah dilantunkan oleh Nenek separuh baya itu. Pikiran majikanku melayang pada masa-masa yang buruk, yang pernah ia alami. Setitik rasa kesalahan sudah diperhitungkan oleh majikanku. Sebuih dosa telah banyak majikanku lakukan. Ia tahu, semua waktunya selama di dunia ini akan menjadi sia-sia. Dalam bisik. Dalam sepi. Hati memohon keselamatan.
            Terjadilah dunia yang telah merantai hati dan jiwa. “Subhanallah !!!” Majikanku sedang mengingat apa yang bercokol kuat dalam memorinya. Seketika saja, mulut majikanku bergetar. Entah, ini pertanda apa? Yang jelas getaran itu sangat sejuk. Aku terasa sangat terkejut mendengar seruan dari getaran bibirnya, lidahnya seraya bergeming. Aku pun laksana menyimak kejadian ini. Ini lah yang selama ini, aku harapkan dari Majikanku. Getaran itu berseru dengan bisikan-bisikan yang sudah lama tak aku dengar. Bisikan itu seakan menusuk nadiku. Sedikit demi dikit, aku berusaha mendengar bisikan itu dengan jelas. Bisikan itu semakin jelas.
            Sebenarnya apa yang diucapkan oleh majikanku dalam keadaan seperti ini? Ternyata bisikan itu sedang melantunkan ayat-ayat suci yang sangat menyejukkan di  hati seluruh umat, serta seluruh kalangan di Dunia ini. Kalangan muda hingga tua. Itulah keajaiban atas ayat-ayat suci yang telah digoreskan oleh tinta yang penuh kasih sayang.
            Cahaya keagungan Allah SWT seraya berkilat – kilat dalam diri Majikanku. Semakin lama, semakin benderang. Majikanku melantunkan Surah Thaha. Subhanallah. Aku bertanya dalam diriku, siapa sebenarnya yang menggerakkan bibir Makijaknku ? Majikanku mengucapkannya dengan begitu pelan, namun lancar. Meskipun tajwidnya masih belum lurus benar.
“Maa anzalnaa 'alayka lqur-aana litasyqaa”
”Illaa tadzkiratan liman yakhsyaa”
{“Kami tidak menurunkan Al Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.”
“Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah).”}{“We have not revealed the Quran to you that you may be unsuccessful.” “Nay, it is a reminder to him who fears.”}
“Lahu maa fii ssamaawaati wamaa fii l-ardhi wamaa baynahumaa wamaa tahtatstsaraa                                                                                                                
Wa-in tajhar bilqawli fa-innahu ya'lamu ssirra wa-akhfaa                      
Allaahu laa ilaaha illaa huwa lahu l-asmaau lhusnaa”
{“Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah."
“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.”
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik).”}{“His is what is in the heavens and what is in the earth and what is between them two and what is beneath the ground.” “And if you utter the saying aloud, then surely He knows the secret, and what is yet more hidden.” “Allah there is no god but He, His are the very best names.”}
“Innahu man ya/ti rabbahu mujriman fa-inna lahu jahannama laa yamuutu fiihaa walaa yahyaa”                                                                                                                                
“Waman ya/tihi mu/minan qad 'amila shshaalihaati faulaa-ika lahumu ddarajaatu l'ulaa
{“Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka Jahanam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.”
“Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia).”}{“Whoever comes to his Lord (being) guilty, for him is surely hell; he shall not die therein, nor shall he live.” “And whoever comes to Him a believer (and) he has done good deeds indeed, these it is who shall have the high ranks.”}
Man a'radha 'anhu fa-innahu yahmilu yawma lqiyaamati wizraa
Khaalidiina fiihi wasaa-a lahum yawma lqiyaamati himlaa.”
{“Barangsiapa berpaling dari pada Al qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat.”
“Mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat.”}{“Whoever turns aside from it, he shall surely bear a burden on the day of resurrection.” “Abiding in this (state), and evil will it be for them to bear on the day of resurrection.”}
            Semakin lama, volume suaranya semakin mengecil. Hatiku seakan ikut berdesir ketika melihat bulu matanya yang lentik bergerak. Perlahan ia mengerjap. Matanya mulai terbuka perlahan. Akhirnya benar - benar tebuka. Matanya yang berkaca - kaca telah menjadi sanksi tangisannya. Bibirnya tersenyum lebih indah. Lesung pipinya terlihat begitu jelas. Lalu dengan suara merintih yang ke luar dari relung jiwa dan hati, ia berkata.
            Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh.” Dapat aku dengar seruan itu. Sesaat matanya tidak berkedip. Namun, ia mencoba tersenyum. Bibirnya telah menandakan raut wajah yang begitu pucat. Perlahan matanya meredup. Tak lama kemudian, kedua matanya tertutup rapat. Nafasnya telah tiada. Nadinya tiada lagi berdenyut. Jantungnya tiada lagi berdetak.
            Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun.

Comments

Popular posts from this blog

Teks Drama Bahasa Inggris "Legend Banyuwangi"

Resensi Buku Non Fiksi "Biografi Agus Muhadi"